ironi mahasiswa. . ayo mulai berubah



Barusan saya membaca sebuah artikel seseorang dari kompasiana tentang seorang mahasiswi yang teguh memperjuangkan dan mempertahankan argumennya dalam ujian skripsi. Saya sangat setuju dengan komentar penulis yang saya tangkap seperti ini: mahasiswa saat ini sudah sangat sedikit dan dapat dihitung jari mana mahasiswa yang berani dan tak goyah mempertahankan argumen keilmuannya, sebagian besar manut saja dan takut.
Pendapat ini benar sekali. Bukan sekedar pendapat tapi sudah menjadi fakta jelas. Saya mengakui saya juga mahasiswi yang manut saja. Ketika membaca ini, saya merasa tertampar. Entah mengapa seakan ada ketakutan dalam diri dan seakan terjerat dalam system. Dari dulu saya kadang berpikir kenapa kita seakan terjerat sistem. Sekolah- nilai bagus- lulus-kerja dengan waktu yang pas dan tepat. Di jurusan saya sendiri saya merasakan adanya perubahan dari mahasiswa dari perubahan system. Angkatan saya adalah angkatan pertama yang mendapat system baru dari pihak departemen. Sedikit bercerita, departemen saya menginginkan semua mahasiswa dapat lulus dengan cepat dan mendapat banyak skill sehingga memiliki banyak kompetensi untuk dunia kerja. Karena hal ini kami disuguhi banyak kompetensi ilmu. Tapi, yang saya rasakan justru sistem ini cukup membunuh. Sistem ini membunuh kreativitas dan pengembangan mahasiswa. Sempat juga saling bercerita dengan teman dan ternyata merasakan hal yang sama.
Disuguhi banyak ilmu ini tidak serta merta menjadikan kami advanced atau expert dalam ilmu-ilmu ini. Kadang kami sendiri sering merasa tertunduk tidak tahu dan bingung ketika ditanyakan tentang keilmuannya, seakan sebuah kepompong kosong. bukan berarti menyepelekan ilmu dan tidak menghargai ilmu tapi terkadang system membuat seakan-akan ilmu menjadi hal yang diingat saat itu saja. Asal tau, asal bisa jawab ujian. Terus hilang setelah ujian. Keinginan untuk mendalami itu ada tapi kadang rasanya kok tak ada waktu. Tugas bertumpuk-tumpuk banyak, disuguhi ilmu-ilmu banyak yang rasanya membuat bingung menjadi tidak fokus karena tadi diharapkan punya banyak kompetensi. Tapi, kembali lagi. Saya manusia biasa. Butuh banyak waktu dan proses untuk mendalami ini semua. Tak bisa hanya dengan waktu singkat. Kita semua butuh proses seperti halnya ulat jelek yang berproses membutuhkan waktu cukup lama hingga dapat menjadi kupu-kupu cantik rupawan.
Berproses menjadi lebih baik, lebih berani. Bukan bermaksud kita menyimpang tapi kadang tetap saja yang namanya sistem tak lepas dari hidup kita. Bukan berarti menjadi pemberontak tapi mencoba menjadi lebih dinamis saja.

Deya

Phasellus facilisis convallis metus, ut imperdiet augue auctor nec. Duis at velit id augue lobortis porta. Sed varius, enim accumsan aliquam tincidunt, tortor urna vulputate quam, eget finibus urna est in augue.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar